Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya, ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.
J. Robert Oppenheimer: Bapak Bom Atom Dunia dan Dilema Moral Sang Ilmuwan
Senin, 24 Februari 2025 20:34 WIB
J. Robert Oppenheimer: Ilmuwan jenius di balik bom atom, terjebak dalam dilema moral antara sains, perang, dan kemanusiaan.
J. Robert Oppenheimer (22 April 1904 – 18 Februari 1967) adalah seorang ahli fisika teoretis asal Amerika Serikat yang dikenal sebagai pemimpin Proyek Manhattan, program rahasia yang mengembangkan bom atom selama Perang Dunia II.
Selain itu, ia juga menjabat sebagai direktur di Institut Studi Lanjutan Universitas Princeton, New Jersey, mulai dari tahun 1947 hingga 1966. Meski demikian, karier gemilangnya harus tercoreng ketika ia kehilangan izin keamanan akibat tuduhan ketidaksetiaan pada tahun 1954, yang memunculkan perdebatan besar tentang peran ilmuwan dalam politik dan moralitas perang.
Masa Muda dan Pendidikan
Oppenheimer lahir di New York City dari keluarga imigran Jerman yang sukses dalam bisnis bidang tekstil. Ia menunjukkan bakat akademik yang luar biasa sejak berusia muda, unggul dalam bidang sastra klasik, fisika, dan kimia selama menempuh pendidikan di Universitas Harvard.
Selain ilmu sains, Oppenheimer juga memiliki ketertarikan pada sastra dan filsafat Timur. Kelak, ketertarikan pada bidang tersebut memengaruhi perspektifnya dalam memandang ilmu pengetahuan dan prinsip kemanusiaan.
Setelah lulus pada tahun 1925, Oppenheimer melanjutkan studinya ke Inggris, dengan melakukan penelitian di Cavendish Laboratory, Universitas Cambridge, yang saat itu merupakan pusat penelitian atom terkemuka di bawah bimbingan Lord Ernest Rutherford.
Kemudian, Oppenheimer juga menerima undangan dari Max Born untuk bergabung di Universitas Göttingen, tempat ia bertemu dengan fisikawan besar dunia saat itu, seperti Niels Bohr dan P. A. M. Dirac. Di sana, ia menyelesaikan doktoralnya pada tahun 1927 dan turut berkontribusi dalam pengembangan teori fisika kuantum.
Kontribusi dalam Fisika
Pada akhir 1920-an dan 1930-an, Oppenheimer mengajar di Universitas California, Berkeley, serta Institut Teknologi California (Caltech). Ia banyak meneliti tentang energi partikel subatom, termasuk elektron, positron, dan sinar kosmik.
Karyanya juga berkontribusi terhadap pemahaman awal mengenai bintang neutron dan lubang hitam. Pada masa itu, teori relativitas dan mekanika kuantum masih berkembang, dan Oppenheimer menjadi salah satu ilmuwan yang membantu menguraikan implikasi dari konsep-konsep baru ini.
Selain penelitian, Oppenheimer juga membimbing generasi-generasi baru dari fisikawan Amerika dengan kecerdasannya yang luar biasa dan kepemimpinan yang menginspirasi.
Awal Keterlibatan dalam Politik dan Sains Nuklir
Naiknya Adolf Hitler di tampuk kekuasaan Jerman pada 1930-an membangkitkan ketertarikan J. Robert Oppenheimer pada isu politik. Pada tahun 1936, ia pun memberikan dukungannya kepada kubu republik dalam Perang Saudara Spanyol dan berkenalan dengan mahasiswa-mahasiswa komunis.
Kendati ayahnya meninggalkan warisan yang cukup besar setelah meninggal pada 1937—yang memungkinkan Oppenheimer untuk mendukung organisasi antifasis—kekejaman yang dilakukan Joseph Stalin terhadap ilmuwan Rusia membuatnya menjauh dari komunisme. Ia tidak pernah menjadi anggota Partai Komunis, tetapi tetap mempertahankan filosofi politik yang liberal dan demokratis.
Pada tahun 1939, Oppenheimer juga tercatat menjalin hubungan dengan Katharine Puening, salah seorang mahasiswa botani di University of California, Los Angeles. Keduanya memutuskan menikah pada tahun 1940 setelah Puening menceraikan suaminya.
Oppenheimer dan Proyek Manhattan
Ketika Nazi Jerman mulai menginvasi Polandia pada tahun 1939, para fisikawan seperti Albert Einstein, Leo Szilard, dan Eugene Wigner memperingatkan pemerintah Amerika Serikat terhadap potensi ancaman apabila Jerman berhasil mengembangkan bom nuklir terlebih dahulu.
Hal tersebutlah yang mendorong Oppenheimer untuk meneliti metode pemisahan uranium-235 dari uranium alami dan menentukan massa kritis yang diperlukan untuk menciptakan bom atom.
Pada bulan Agustus 1942, Angkatan Darat Amerika Serikat diberikan tanggung jawab untuk mengoordinasikan penelitian gabungan antara ilmuwan Amerika dan Inggris dalam proyek rahasia bernama Proyek Manhattan.
Oppenheimer ditunjuk sebagai direktur laboratorium penelitian proyek rahasia tersebut dan memilih Los Alamos, New Mexico, sebagai lokasi penelitian utama.
Peran Oppenheimer dalam Uji Coba Nuklir
Kolaborasi antara ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu di Los Alamos akhirnya membuahkan hasil. Tepat pada tanggal 16 Juli 1945, uji coba nuklir pertama dengan kode Trinity dilakukan di Alamogordo, New Mexico. Ledakan dahsyat yang terjadi menandai awal era nuklir di muka bumi ini.
Meski demikian, keberhasilan ini juga membawa beban moral bagi Oppenheimer. Setelah menyaksikan ledakan tersebut, ia mengutip Bhagavad Gita, “Sekarang aku menjadi Kematian, penghancur dunia.”
Pada bulan Oktober 1945, setelah Jerman menyatakan kapitulasinya dan perang berakhir di Pasifik dengan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, Oppenheimer mengundurkan diri dari Proyek Manhattan.
Dua tahun kemudian, ia diangkat sebagai Direktur di Institute for Advanced Study di Princeton dan menjadi ketua General Advisory Committee dari Komisi Energi Atom (AEC).
Lalu, pada tahun berikutnya, tahun 1949, ia menentang pengembangan bom hidrogen. Alasannya, karena ia menganggap bom tersebut sebagai senjata penghancur yang lebih mengerikan daripada bom atom.
Sidang Keamanan dan Akhir Karier
Selanjutnya, pada tanggal 21 Desember 1953, Oppenheimer menerima pemberitahuan bahwa ia telah menjadi subjek penyelidikan keamanan militer. Ia dituduh memiliki hubungan dengan pihak komunis di masa lalu, menunda pengungkapan informasi tentang agen Soviet, dan menentang pengembangan bom hidrogen.
Setahun kemudian, yaitu pada tahun 1954, dalam sidang keamanan yang kontroversial, ia kehilangan izin akses ke rahasia militer. Putusan ini sungguh kontroversial sebab ia sama sekali tidak terbukti bersalah atas segala tuduhan pengkhianatan. Kontraknya sebagai penasihat AEC pun dibatalkan.
Kasus ini menjadi simbol persekusi politik terhadap seorang ilmuwan, di mana ilmuwan atau akademisi fisika yang berusaha menghadapi dilema moral akibat penemuan ilmiahnya, justru menjadi korban perburuan politik. Para ilmuwan dari Federation of American Scientists segera membela Oppenheimer dan mengecam keputusan pemerintah.
Refleksi dan Warisan
Setelah kehilangan pengaruh politiknya, Oppenheimer menghabiskan tahun-tahun terakhirnya dengan merenungkan hubungan antara sains dan kemasyarakatan. Ia banyak menulis dan berbicara mengenai tanggung jawab moral dari seorang ilmuwan dalam pengembangan teknologi.
Meskipun ia pernah dijauhi oleh pemerintah, pada tahun 1963, Presiden Lyndon B. Johnson memberikan penghargaan Enrico Fermi Award kepadanya sebagai pengakuan atas jasanya dalam disiplin ilmu fisika nuklir.
J. Robert Oppenheimer meninggal pada 18 Februari 1967 di Princeton, New Jersey, dengan meninggalkan warisan sebagai ilmuwan jenius yang terperangkap dalam dilema moral antara sains dan politik. Kisahnya tetap menjadi pengingat akan bahaya ilmu pengetahuan bila dikuasai dengan serakah oleh tangan manusia.
Oleh karena itu, kisah Oppenheimer tidak hanya tentang sebuah pencapaian ilmiah, tetapi juga tentang dilema moral yang nantinya akan dihadapi olehnya sebagai ilmuwan dalam menghadapi perang dan politik. Warisannya terus menjadi bahan perdebatan dalam etika ilmu pengetahuan hingga saat ini.

Lulusan Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta|Adil sejak dalam pikiran...
2 Pengikut

Teori Hegemoni Gramsci: antara Koersi, Konsensus, dan Kesadaran
Selasa, 19 Agustus 2025 14:15 WIB
Negara Integral dan Perang Posisi dalam Teori Hegemoni Gramsci
Minggu, 17 Agustus 2025 16:16 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler